Terkadang saya merasa eneg melihat tingkah orang-orang yang selalu mengaitkan apapun topiknya ke arah politik. Lebih spesifik mengarah ke dua kubu politik, yang digadang akan kembali turun gelanggang di Pilpres 2019. Saya sebut saja, pro Jokowi dan pro Prabowo.
Pertama saya gak paham mengapa orang-orang segitunya merebutkan jabatan. Kubu ini menyerang kubu lain, saling silang pendapat dan bantah-bantahan. Acara tv isinya talkshow debat elit politik, di lanjut perang statement di headline berita dan apalagi kalau gak ribut di media sosial, turut juga didalamnya simpatisan masing-masing kubu.
Sesaat saya berpikir mengapa petinggi negeri ini tidak bersatu saja, siapapun pemimpinnya. Sama-sama bekerja membangun negeri, tanpa perlu gaduh merebutkan kursi RI 1.
Namun belakang saya sadar, pemikiran saya tersebut tidaklah tepat. Indonesia memang perlu perbedaan. Kita beragam, bukan seragam.
Indonesia bukanlah Korea Utara atau negara diktator lainnya. Disini tidak ada pemimpin absolut, yang ada pemerintah yang lagi duduk dan oposisi sebagai penyeimbang.
Artinya, perbedaan pilihan pemilu ini bukannlah hal yang perlu diributkan. Meskipun para pendukung sering ribut gara-gara beda pilihan.
Tapikan, bukannya Indonesia ini negara dengan budaya timur yang kental. Masa bahas pemilu saja kok ribut?
Awalnya saja berpikir orang-orang termasuk didalamnya para politikus ribut-ribut debat capres jagoannya masing-masing, mereka itu beneran musuhan. Namun setelah saja lihat Vlog-nya Deddy Corbuzier tentang politik muka dua.
Saya jadi mikir, ah para elite politik itukan minimal bisa mikir. Masa gara-gara beda pilihan capres jadi berantam. Atau malah setelah debat di televisi, dibalik layar mereka ngopi-ngopi cantik. Kitanya aja rakyat-rakyat biasa yang terlalu baper, terus jadi ribut beneran.
Ahh, apa tidak bisa semua orang di negeri ini mendukung penuh presiden, agar kerjanya bagus?
Jujur saya pribadi selalu mendukung siapun presiden yang lagi menjabat, setidaknya sampai sekarang. Namun jika yang ada cuma dukungan satu arah juga gak bagus.
Indonesia masih butuh jagoan-jagoan nyinyir. Meskipun kelihatannya bikin risih, namun kehadirannya tetap dibutuhkan. Seperti duo vokalis DPR yakni Fadli Zon & Fahri Hamzah dan para loyalis Prabowo lainnya.
Supaya masyarakat dihadapkan pada informasi seimbang dan lebih tranparan. Agar tidak ada kesan ditutupi seperti kebanyakan pemerintahan otoriter.
Memang untuk saat ini masyarakat tidak terlalu memahami peran oposisi, bagaimana menyikapi perbedaan pendapat dalam kehidupan demokrasi. Sama seperti saya juga gak paham.
Karena orang Indonesia cukup beruntung sebab negara kita ini berlaku kebebasan berpendapat. Keadaan ini jauh lebih bagus dibanding negara otoriter, seperti Korea Utara atau Indonesia dimasa lalu.
Diharapkan masyarakat lebih menerima adanya perbedaan pendapat ditengah-tengah kehidupan berbangsa. Anggap saja situasi silang pendapat sesuatu yang wajar. Selama tidak melanggar aturan.
Gak ada yang perlu dikhawatirkan menurut saya. Jika oposisi yang selalu mengkritik pemerintah, ya itu memang tugasnya. Sebaliknya dari pihak pemerintah juga memiliki hak jawab kritik tersebut. Sesederhana itu kan..
Cuma kita-kita saja ini masyarakat biasa, termasuk saya. Di khawatirkan tidak bisa mengontrol emosi. Kadang sampai lupa kalau dukung-mendukung calon pemimpin itu gak harus sampai memecah bela bangsa.
Saya jadi curiga, sebenarnya di masyarakat itu gak ada yang namanya ribut-ribut soal pilihan dalam pemilu. Cuma segelintir orang saja ditambah kompor pers yang membuat semuanya seakan ribut. Jadi jangan mau dikompor-komporin ya..