Sejumlah anak bernyanyi bersama dengan relawan di tempat penampungan pengungsi korban gempa bumi di Pemenang, Lombok Utara, Lombok Utara, NTB, Selasa (7/8). ANTARA FOTO/Zabur Karuru. |
Beberapa orang mungkin, termasuk saya sering bertanya-tanya. Mengapa wilayah Indonesia sering dilanda bencana? Apa karena perubahan iklim atau imbas perilaku rakyatnya sehingga di jatuhi azab.
Oke, untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ada baiknya kita perlu mengenal negeri ini lebih dekat. Kita sadari negeri ini rawan bencana. Karena apa?
- Posisi geografis Indonesia yang di apit oleh dua samudera besar dunia (samudra Hindia dan samudra Pasifik).
- Posisi geologis Indonesia pada pertemuan tiga lempeng utama dunia (lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik).
- Kondisi permukaan wilayah Indonesia (relief) yang sangat beragam.
Bukannya ingin menakut-nakuti. Sebab mengetahui kenyataan memang lebih baik. Untuk lebih menyesuaikan diri, peduli dan siaga menghadapi bencana.
Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari pulau Sumatera - Jawa - Nusa tenggara - Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan daratan rendah yang sebagian di dominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor.
Apa karena berada di titik pertemuan lempeng tektonik, sebab Indonesia menjadi rawan bencana alam?
- Secara faktor alam, ya. Berada di titik pertemuan lempeng-lempeng tektonik itu membuat wilayah Indonesia berada dijalur gempa.
Negeri kita ini juga memiliki banyak gunung berapi. Jumlahnya sekitar 140 gunung yang aktif. Iklim kita yang tropis juga menyebabkan banyak tanah yang tidak stabil. Banyak tanah yang rusak. Iklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi memudahkan terjadi pelapukan. Bencana alam seperti longsor, misalnya, itu karena curah hujan di yang dsini cukup tinggi.
Sementara dampak bencana alam tidak hanya karena faktor alam, yaitu faktor non alam. Bencana alam menjadi lebih menakutkan jika terjadi di wilayah padat penduduk dan dipenuhi gedung-gedung bertingkat.
Seperti kita tahu, jika terjadi gempa. Ancaman yang paling mematikan ialah reruntuan gedung atau bangunan yang kita buat sendiri.
Wilayah mana di Indonesia yang paling rawan bencana?
Peta daerah rawan gempa di Indonesia - pemburuombak.com |
Untuk menentukan wilayah mana di Indonesia yang paling rawan terkena bencana alam, perlu dilihat dari berbagai fakto. Seperti faktor alam, non-alam dan lainnya.
Seperti di wilayah timur, potensi disana lebih banyak. Namun resikonya tidak terlalu besar karena populasi disana tidak terlali banyak. Berbeda dengan Sumatera dan Jawa yang lebih padat penduduk.
Secara alam, Sumatera lebih rawan daripada Jawa. Namun secara populasi, Jawa lebih beresiko. Bali juga beresiko karena rawan gempa dan padat penduduk.
Sementara di Kalimantan seperti Kalimantan Barat dan Tengah, disana relatif bebas gempa. Gempa dan tsunami atau secara umum bencana alam tidak dapat diprediksi secara pastim maka itu untuk menentukkan daerah mana yang paling rawan, perlu perhitungan lebih akurat demi melakukan pencegahan.
Apa wilayah Indonesia sudah menjadi langganan bencana sejak jaman dulu?
Informasi terkait hal ini masih minim. Belum ada yang bisa memastikan apakah rentetan bencan alam saat sekarang lebih dahsyat dibanding Indonesia dimasa lampau.
Kemungkinan sebelum tahun 1900 itu lebih hebat. Sebab dalam satu periode, sebelum tahun 1800 misalnya, terjadi begitu banyak bencana. Krakatau tahun 1883, Tambora 1815, Tsunami di Bali 1800-an di mana mengakibatkan 15 ribu orang hilang. Tahun 1859 sekitar 3000 korban di Maluku. Dan juga ada gempa besar yang terjadi pada tahun 1797, 1861,1833, yang skalanya di atas 8,5 SR.
Mengapa ada wilayah yang rawan gempa dan tidak rawan gempa? Apa gempa bisa diprediksi?
Sebenarnya untuk memprediksi pasti kapan terjadinya gempa, untuk saat ini belum bisa. Namun untuk mengetahui daerah rawan gempa bisa dilakukan, dengan mempelajari pergerakan alam sejak dulu. Seperti halnya diwilayah pantai Barat Sumatera.
Ini karena siklus alam. Alam itu bergerak begitu-begitu saja. Sejak ratusan tahun bahkan jutaan tahun lampau. Dia hanya bergerak 5 cm per tahun, kemudian menabrak. Siklusnya ada tiga; ditekan, dikumpulkan, dilepas. Selalu begitu dari dahulu kala. Nah, kebetulan pada dekade generasi kita ini, kabagian pada fase pelepasan sehingga banyak sekali gempa. Nantinya, setelah magma itu lepas, ya aman lagi. Lalu memasuki proses penekanan lagi, dan pengumpulan dan begitu seterusnya.
Lantas apa yang perlu kita lakukan untuk menghadapi bencana alam?
Bencana alam memang tidak terlepas dari soal hidup, mati dan kehilangan. Namun saya pikir manusia memiliki kemampuan untuk meminimalisir dampak bencana alam.
Banyak yang bisa kita lakukan untuk menghadapi bencana alam. Pertama kita perlu lebih mengenal alam itu sendiri. Potensi apa yang ditimbulkan dari bencana alam. Seberapa bahaya dampaknya.
Mempelajari bencana alam, mulai dari literasi, pencegahan, tanggap darurat sampai proses normalisasi pasca bencana.
Terkait fakta Indonesia termasuk ke dalam wilayah rawan bencana. Bukan berarti itu "kiamat". Kenyataannya Indonesia tidak sendiri sebagai negara rawan bencana. Secara relatif, setiap jengkal tanah dimuka Bumi ini bisa saja kapanpun tertimpa bencana. Tidak ada yang boleh merasa terlalu aman di dunia.
Mencontoh Jepang
Kita bisa contoh sikap optimis menghadapi bencana dari negara Jepang, sesama negara Asia dan maritim seperti negara kita. Di Jepang tak kalah dahsyat bencana alamnya.
Begitu seringnya terjadi bencana alam seperti gempa. Mau tidak mau, Jepang harus "berteman" dengan bencana. Karena kekuatan alam yang begitu kuat, tidak bisa dilawan dengan "perang terbuka".
Telah banyak upaya yang dilakukan otoritas Jepang untuk mengatas bencana alam di negerinya. Mayoritas orang Jepang juga sudah sadar dengan bencana di negaranya. Bangunan di Jepang sudah dirancang anti gempa. Mereka juga telah membuat bendungan raksasa untuk menangkal tsunami.
Namun kenyataannya, semua itu belum cukup. Terbukti Jepang masih "kecolongan" dengan gempa dan tsunami. Sebelumnya Jepang telah membuat dinding pemecah gelombang setinggi 4 meter.
Namun dinding tersebut tidak bisa berbuat banyak ketika Tsunami Tohoku 2011 datang setinggi 10 meter. Kini Jepang telah membuat dinding pelindung setinggi 12,5 meter sebagai gantinya.
Secara infrastruktur, Jepang terkenal perkasa ketika mengatasi bencana alam. Bahkan untuk jalan aspal yang hancur akibat gempa, bisa mulus dalam tempo 6 hari saja.
Perbaikan jalan pasca gempa di Jepang, selesai dalam waktu 6 hari - AP |
Terdengar seperti sulap, namun percayalah ini tidak ada campuran magis. Gempa telah membuat jalan di salah satu kawasan Jepang rusak parah pada 11 Maret 2011.
Kecepatan mengagumkan dari proses rekonstruksi pasca-bencana di Jepang memperlihatkan kemampuan negara itu untuk memulihkan diri. Pekerjaan perbaikan jalan itu dimulai 17 Maret, dan enam hari kemudian, kawah di Great Kanto Highway di Naka itu sudah seperti baru lagi. Dailymail, Kamis (24/3/2011), melaporkan, jalur itu telah siap dibuka kembali tadi malam.
Badai di Amerika
Begitupun dengan negeri Paman Sam. Meski bukan negara kepulauan seperti Indonesia dan Jepang, Amerika Serikat (AS) juga memiliki ancaman bencana alam yang tak kalah menyeramkan. Badai.
Ya, rangkaian badai rutin menghampiri beberapa negara bagian AS. Bahkan bisa lebih 21 jenis badai menerjang kawasan AS.
Disini saya tidak menyoroti bagaimana managemen krisis AS menangulangi benca badai atau angin topan tersebut. Justru saya tertarik membahas penamaan badai di AS tersebut.
Bertolak belakang dengan badai yang menakutkan. Pemberian nama badai-badai tersebut terkesan familiar dan jauh dari nuansa menakutkan.
Jika diperhatikan, nama-nama badai yang ada selalu mengikuti abjad. Contohnya adalah urutan dari badai besar yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir ini. Ada Harvey di Texas, kemudian diikuti oleh badai Irma yang menerjang Florida. Selanjutnya ada Jose, Katia, Lee, dan Maria. Jadi bisa dikatakan, ketika ada badai pertama yang menyerang di suatu tahun, namanya akan dimulai dengan huruf A. Tapi nama dengan Huruf Q, U, X, Y dan Z tidak masuk daftar. Jika badai yang terjadi melebihi jumlah nama yang ada, maka akan dilanjutkan dengan alfabet Yunani seperti Alfa dan Beta.
Selain pemberian nama badai yang tidak menakutkan. Fenomena badai di Amerika juga menjadi objek wisata. Wow..
Pria mengejar badai tornado - dnaindia.com |
Memang kesannya seperti mempermainkan badai. Namun seperti inilah barangkali salah satu bentuk penyesuaian manusia terhadap bencana.
Ketika daerah tempat tinggal kita rawan bencan. Maka tidak ada cara lain selain untuk menghadapi bencana alam dengan berbagai cara.
Kecuali kalau kita keluar dari daerah tersebut. Dan sialnya, sejauh manapun kita berpindah. Bencana Alam tetap berpotensi mengacam setiap jengkal tanah di Bumi. Apalagi kalau kita tidak ramah lingkungan. Bisa saja bencana yang datang jauh lebih mengerikan.
Sumber:
pemburuombak.com
travel.tribunnews.com
jambi.tibunnews.com
idn.times.com
Sumber:
pemburuombak.com
travel.tribunnews.com
jambi.tibunnews.com
idn.times.com