Jumat, 17 Mei 2019

Mengapa Kebudayaan di Indonesia Sangat Beragam?

Keberagaman Indonesia - presidenri.go.id

Kebudayaan adalah pola pikir manusia. Kebudayaan merupakan suatu sistem gagasan, tindakan, serta hasil karya dalam kehidupan masyarakat yang menjadi milik manusia. Banyak sekali budaya yang terdapat di dalam bangsa kita ini. Terkadang kebudayaan di suatu daerah bisa berbeda dengan kebudayaan di daerah yang lain. Kebudayaan antara satu tempat dengan tempat yang lain berbeda. Kebudayaan ini tentu saja telah disetujui oleh masyarakat yang menjalani kebudayaan tersebut.

Saya melihat beberapa faktor yang menyebabkan mengapa kebudayaan itu bisa berbeda-beda. Misalnya di suku Jawa, mengapa ada bahasa Jawa yang berbeda-beda, padahal namanya sama-sama bahasa Jawa. Inilah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman budaya :

1.Tempat tinggal : dimana seseorang itu tinggal, mempengaruhi suatu kebudayaan yang mereka jalani, misalnya seseorang yang tinggal di daerah pantai mata pencaharian hidupnya tidak mungkin mencari teh karena tidak sesuai dengan tempat tinggalnya

2.Pengaruh dari luar : pengaruh dari luar ini tidak terbatas. Misalnya bagi daerah Jawa Tengah, lalu terpengaruh oleh Jawa Timur. Bagi Jawa Tengah, Jawa Timur itu termasuk pengaruh dari luar. Namun, pengaruh dari luar ini juga termasuk pengaruh dari bangsa asing yang dulu memang pernah menjajah Indonesia. Misalnya di Indonesia bagian timur banyak yang menganut agama kristen, sedangkan di bagian barat banyak yang menganut agama islam karena terpengaruh Turki, dll.

3.Iklim : iklim juga mempengaruhi kebudayaan yang dijalani oleh masyarakat. Hawa dan suhu lingkungan juga dapat menentukan apa yang kita lakukan. Misalnya, bagi orang-orang yang tinggal di daerah Eropa, udara disana dingin, sehingga mereka membutuhkan sesuatu yang dapat menghangatkan badannya, salah satunya dengan meminum alkohol. Sedangkan di Indonesia hal tersebut dilarang untuk dilakukan, karena Indonesia beriklim tropis sehingga udaranya tidak terlalu dingin dan juga terkadang tidak begitu panas, sehingga memang tidak membutuhkan alkohol untuk dikonsumsi.

4.Turunan nenek moyang : turunan dari nenek moyang ini, atau bisa katakan semacam tradisi yang diturunkan kepada setiap anggota keluarganya. Misalnya bahasa Jawa yang berbeda-beda, walaupun namanya itu sama-sama bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan keturunan dari nenek moyang kita yang terdahulu. Mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa-bahasa tersebut sehingga dari generasi ke generasi bahasa yang digunakan berbeda-beda, walaupun biasanya tingkat kekentalan berbahasa daerah itu semakin berkurang.

5.Mobilisasi : mobilisasi ini dapat menciptakan budaya baru. Misalnya ada orang Jawa yang tinggal di Palembang. Sehingga apa yang ada disuku Jawa orang tersebut di gabungkan dengan apa yang ada di Palembang, sehingga terbentuk budaya baru (terjadi akulturasi).

6.Jarak dan Lingkungan : ketika terjadi jarak dan lingkungan yang berbeda maka juga terjadi perbedaan budaya. Misalnya budaya didaerah Sumatera Utara berbeda dengan budaya di daerah Jawa Timur. Bahkan hal ini juga bisa terjadi didalam satu rumah, misalnya kebiasaan si adik dan si kakak dikamar mereka masing-masing.

7.Kepercayaan : kepercayaan juga mempengaruhi kebudayaan. Misalnya di daerah Bali kebanyakan menganut agama Hindu, sedangkan di Medan banyak yang menganut agama kristen. Ritual-ritual dan upacara agama yang dilakukan disetiap daerah tersebut berbeda-beda, dan hal ini karena dipengaruhi oleh perbedaan kepercayaan.

Ada juga yang disebut dengan daerah kebudayaan yaitu penggabungan atau penggolongan dari suku-suku bangsa yang beragam kebudayaannya, tetapi mempunyai beberapa unsur dan ciri mencolokyang serupa. Penggolongan beberapa kebudayaan dalam suatu daerah kebudayaan dilakukan berdasarkan atas persamaan ciri-ciri yang mencolok. Tidak hanya dari ciri-ciri fisik (misalnya alat-alat berburu, alat-alat bertani, senjata), tetapi juga unsur-unsur kebudayaan yang lebih abstrak dari sistem sosial atau sistem budaya (misalnya unsur-unsur organisasi kemasyarakatan, sistem perekonomian, upacara-upacara keagamaan, ataupun adat istiadat).

Kebudayaan memang beraneka ragam, tetapi perbedaan itulah yang membuat kebudayaan itu menjadi unik dan khas. Kebudayaan yang sekarang masih ada ini, harus dapat kita lestarikan bersama agar dapat tetap terus ada dan tidak hilang.

Sumber : Buku yang berjudul "Aneka Ragam Kebudayaan dan Masyarakat" karya Prof. Dr. Koentjaraningrat

Kompasiana

Selasa, 14 Mei 2019

Mengapa Orang Jawa Ada Dimana-mana dan Menyebar Banyak di Indonesia?


Orang Jawa - merahputih.com


Bila bertanya mengapa orang Jawa ada dimana-mana atau mengapa orang Jawa banyak menyebar di Indonesia. Kira-kira jawabnya apa ya? Sebelumnya ini bukan lagi singgung soal SARA. Tapi hanya bahasan ringan terkait keberagaman suku di Indonesia.

Dan mengapa orang Jawa ada dimana-mana? Salah satu jawabnya ialah karena mereka gemar merantau.

Tak hanya Medan atau Madura, orang-orang Jawa juga dikenal sebagai perantau yang ulung. Buktinya, mereka ada di mana pun. Mulai dari ujung barat sampai timur Indonesia. Alasannya sendiri macam-macam, entah karena domisili pasangan sampai untuk tujuan mendapatkan nasib yang lebih baik. Nah, keunikan orang Jawa ketika merantau ini adalah sambutan terhadap mereka yang benar-benar terbuka alias diterima.

Ya, di mana pun, orang Jawa selalu disukai orang-orang sekitarnya. Bahkan kita cukup jarang mendengar orang Jawa rantauan berbuat rusuh atau melakukan anarkisme-anarkisme. Orang Jawa dibesarkan dengan nilai-nilai. Dan inilah yang mereka pegang sebagai pedoman hidup, di mana pun mereka berada.
Nah, berikut adalah alasan-alasan kenapa Wong Jowo selalu bisa mendapatkan hati banyak orang-orang di sekitarnya.

1. Orang Jawa Kalem dan Lebih Suka Ngalah

Seperti halnya Medan yang keras atau orang Timur yang bicaranya tinggi, orang-orang Jawa juga terkenal akan ciri khas mereka yang kalem. Gara-gara sifat yang seperti ini membuat mereka bisa meluluhkan hati. Apalagi Jawa yang kita bicarakan adalah Solo yang notabene terkenal dengan kalemnya yang luar biasa.

Tak hanya sifatnya yang kalem, orang Jawa cenderung suka mengalah. Misalnya, ketika ada masalah, kebanyakan orang Jawa akan berdamai, setidaknya dengan dirinya sendiri. “Sudah, sudah, daripada nambah masalah lebih baik ngalah saja,” kurang lebih seperti itu. Sayangnya, lantaran sifat yang seperti ini kadang orang Jawa jadi gampang dimanfaatkan.

2. Orang Jawa Ahli Dalam Membaur

Semangat kebersamaan orang Jawa harus diakui luar biasa. Mereka sangat ahli bersosialisasi dan menempatkan dirinya. Di tanah rantauan pun begitu, orang-orang Jawa terkenal sangat mudah untuk kenal dan kemudian cepat tergabung dalam komunitas masyarakat.

Guyub adalah istilah Jawa yang tepat tepat untuk perilaku ini, dan artinya adalah rukun dalam kebersamaan. Sebisa mungkin orang-orang Jawa akan langsung masuk dalam lingkup masyarakat setempat begitu mereka menempati tempat baru. Sikap sok kenal sok dekat mereka memang kadang nyebelin bagi sebagian orang, tapi ini yang menjadikan kita cepat akrab dengan orang Jawa.

3. Mereka Punya Sopan Santun

Orang Jawa dan sopan santun memang seperti tak bisa dilepaskan, karena memang begitulah mereka. Coba perhatikan ketika orang Jawa lewat di depan orang banyak, pasti mereka akan sedikit membungkukkan badannya sambil bilang permisi. Soal bahasa juga demikian, meskipun di tanah rantauan mereka tidak memakai bahasa Jawa, orang-orang ini selalu melontarkan kata-kata dengan apik dan santun.
Orang Jawa juga tahu aturan. Ketika di tanah rantauan dilarang ini dan itu, sebisa mungkin mereka akan mematuhi hal tersebut. Selain karena status mereka sebagai pendatang. Hal-hal seperti inilah yang membuat mereka akhirnya disukai banyak orang di banyak tempat.

4. Orang Jawa Selalu Ringan Tangan

Kalau yang ini mungkin general, namun gemar menolong juga merupakan ciri khas orang Jawa. Suka menolong sudah ditanamkan kepada orang-orang Jawa sejak mereka kecil. Orangtua selalu mengajarkan untuk membantu siapa pun dalam keadaan apa pun.

Bahkan kadang tak perlu sampai kita ngomong, orang Jawa biasanya akan langsung menawarkan bantuan mereka. Baiknya lagi, orang Jawa takkan sensi jika kita meminta tolong berkali-kali. “Oh, ndak papa kan memang harus saling tolong menolong,” begitu yang akan mereka katakan ketika kita sungkan gara-gara bolak balik minta tolong.

5. Tukang Jawa Suka Menyapa

Berhubungan dengan sikap SKSD orang Jawa, mereka juga terkenal akan kebiasaan suka menyapa. Tak hanya ketika berpapasan di jalan, tapi juga ketika kita tak sengaja lewat depan rumah mereka. Begitu baiknya, kadang mereka akan mengajak kita masuk ke rumah untuk sekedar ngobrol, plus ditemani singkong hangat dan kopi.
Mereka juga sering kali berinisiatif untuk menyapa lebih dahulu. Memang sudah semacam insting manusia untuk melakukan apa pun agar bisa diterima, termasuk dengan menyapa ini. Dan orang Jawa melakukan hal tersebut dengan sempurna.

6. Pemalu dan Raja Sungkan

Memang tak semua orang Jawa jago dalam membaur, sebagian lagi lebih banyak diam. Hal ini sebenarnya juga merupakan implikasi dari sikap bawaan mereka yang sopan dan kalem sehingga menghasilkan sifat pemalu dan sungkn.
Meskipun demikian, biasanya sifat pemalu dan sungkan yang ditunjukkan orang-orang Jawa hanya pada awal perkenalan. Ketika sudah akrab mereka akan bersikap natural. Tapi, tetap untuk beberapa hal mereka akan konsisten dengan sikap tersebut.

7. Orang Jawa Cantik dan Ganteng

Tak dipungkiri jika bentuk fisik adalah alasan kuat lain kenapa seseorang disukai. Orang Jawa pun melengkapi sifat-sifatnya dengan kemasan fisik yang aduhai. Yang wanita biasanya cantik dan prianya juga ganteng.

Hal ini pun membuat mereka makin gampang untuk diterima di tanah rantauan. Bahkan cukup banyak tuh gadis-gadis terpikat dengan pria Jawa yang ada di tempat mereka atau sebaliknya. Bahkan sampai ada yang menikah dan akhirnya menetap di tanah rantauan sampai akhir hayat.

Alasan-alasan inilah yang membuat orang Jawa disukai di mana pun mereka tinggal. Sebenarnya masih ada beberapa sifat lagi yang identik dengan mereka, seperti sangat menghormati yang lebih tua serta aplikasi dari banyak falsafah hidup yang unik. Salah satunya adalah istilah Terimo ing Pandum atau mensyukuri apa yang ada. Setiap orang punya sifatnya masing-masing, tergantung bagaimana cara kita menatanya. Apalagi di tempat baru yang notabene berbeda kultur dengan kita. Soal itu, mungkin tak ada salahnya jika kita sedikit belajar sifat-sifat orang Jawa di atas.

Selasa, 02 Oktober 2018

Mengapa di Indonesia Sering Terjadi Bencana Alam?

Sejumlah anak bernyanyi bersama dengan relawan di tempat penampungan pengungsi korban gempa bumi di Pemenang, Lombok Utara, Lombok Utara, NTB, Selasa (7/8). ANTARA FOTO/Zabur Karuru.

Beberapa orang mungkin, termasuk saya sering bertanya-tanya. Mengapa wilayah Indonesia sering dilanda bencana? Apa karena perubahan iklim atau imbas perilaku rakyatnya sehingga di jatuhi azab.

Oke, untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ada baiknya kita perlu mengenal negeri ini lebih dekat. Kita sadari negeri ini rawan bencana. Karena apa?

  • Posisi geografis Indonesia yang di apit oleh dua samudera besar dunia (samudra Hindia dan samudra Pasifik).
  • Posisi geologis Indonesia pada pertemuan tiga lempeng utama dunia (lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik).
  • Kondisi permukaan wilayah Indonesia (relief) yang sangat beragam.

Bukannya ingin menakut-nakuti. Sebab mengetahui kenyataan memang lebih baik. Untuk lebih menyesuaikan diri, peduli dan siaga menghadapi bencana.

Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari pulau Sumatera - Jawa - Nusa tenggara - Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan daratan rendah yang sebagian di dominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor.

Apa karena berada di titik pertemuan lempeng tektonik, sebab Indonesia menjadi rawan bencana alam?



  • Secara faktor alam, ya. Berada di titik pertemuan lempeng-lempeng tektonik itu membuat wilayah Indonesia berada dijalur gempa.

Negeri kita ini juga memiliki banyak gunung berapi. Jumlahnya sekitar 140 gunung yang aktif. Iklim kita yang tropis juga menyebabkan banyak tanah yang tidak stabil. Banyak tanah yang rusak. Iklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi memudahkan terjadi pelapukan. Bencana alam seperti longsor, misalnya, itu karena curah hujan di yang dsini cukup tinggi.

Sementara dampak bencana alam tidak hanya karena faktor alam, yaitu faktor non alam. Bencana alam menjadi lebih menakutkan jika terjadi di wilayah padat penduduk dan dipenuhi gedung-gedung bertingkat.

Seperti kita tahu, jika terjadi gempa. Ancaman yang paling mematikan ialah reruntuan gedung atau bangunan yang kita buat sendiri.

Wilayah mana di Indonesia yang paling rawan bencana?

Peta daerah rawan gempa di Indonesia - pemburuombak.com

Untuk menentukan wilayah mana di Indonesia yang paling  rawan terkena bencana alam, perlu dilihat dari berbagai fakto. Seperti faktor alam, non-alam dan lainnya.

Seperti di wilayah timur, potensi disana lebih banyak. Namun resikonya tidak terlalu besar karena populasi disana tidak terlali banyak. Berbeda dengan Sumatera dan Jawa yang lebih padat penduduk.

Secara alam, Sumatera lebih rawan daripada Jawa. Namun secara populasi, Jawa lebih beresiko. Bali juga beresiko karena rawan gempa dan padat penduduk.

Sementara di Kalimantan seperti Kalimantan Barat dan Tengah, disana relatif bebas gempa. Gempa dan tsunami atau secara umum bencana alam tidak dapat diprediksi secara pastim maka itu untuk menentukkan daerah mana yang paling rawan, perlu perhitungan lebih akurat demi melakukan pencegahan.


Apa wilayah Indonesia sudah menjadi langganan bencana sejak jaman dulu?

Informasi terkait hal ini masih minim. Belum ada yang bisa memastikan apakah rentetan bencan alam saat sekarang lebih dahsyat dibanding Indonesia dimasa lampau.

Kemungkinan sebelum tahun 1900 itu lebih hebat. Sebab dalam satu periode, sebelum tahun 1800 misalnya, terjadi begitu banyak bencana. Krakatau tahun 1883, Tambora 1815, Tsunami di Bali 1800-an di mana mengakibatkan 15 ribu orang hilang. Tahun 1859 sekitar 3000 korban di Maluku. Dan juga ada gempa besar yang terjadi pada tahun 1797, 1861,1833, yang skalanya di atas 8,5 SR. 

Mengapa ada wilayah yang rawan gempa dan tidak rawan gempa? Apa gempa bisa diprediksi?

Sebenarnya untuk memprediksi pasti kapan terjadinya gempa, untuk saat ini belum bisa. Namun untuk mengetahui daerah rawan gempa bisa dilakukan, dengan mempelajari pergerakan alam sejak dulu. Seperti halnya diwilayah pantai Barat Sumatera.

Ini karena siklus alam. Alam itu bergerak begitu-begitu saja. Sejak ratusan tahun bahkan jutaan tahun lampau. Dia hanya bergerak 5 cm per tahun, kemudian menabrak. Siklusnya ada tiga; ditekan, dikumpulkan, dilepas. Selalu begitu dari dahulu kala. Nah, kebetulan pada dekade generasi kita ini, kabagian pada fase pelepasan sehingga banyak sekali gempa. Nantinya, setelah magma itu lepas, ya aman lagi. Lalu memasuki proses penekanan lagi, dan pengumpulan dan begitu seterusnya.

Lantas apa yang perlu kita lakukan untuk menghadapi bencana alam?

Bencana alam memang tidak terlepas dari soal hidup, mati dan kehilangan. Namun saya pikir manusia memiliki kemampuan untuk meminimalisir dampak bencana alam.

Banyak yang bisa kita lakukan untuk menghadapi bencana alam. Pertama kita perlu lebih mengenal alam itu sendiri. Potensi apa yang ditimbulkan dari bencana alam. Seberapa bahaya dampaknya.

Mempelajari bencana alam, mulai dari literasi, pencegahan, tanggap darurat sampai proses normalisasi pasca bencana.

Terkait fakta Indonesia termasuk ke dalam wilayah rawan bencana. Bukan berarti itu "kiamat". Kenyataannya Indonesia tidak sendiri sebagai negara rawan bencana. Secara relatif, setiap jengkal tanah dimuka Bumi ini bisa saja kapanpun tertimpa bencana. Tidak ada yang boleh merasa terlalu aman di dunia.

Mencontoh Jepang

Kita bisa contoh sikap optimis menghadapi bencana dari negara Jepang, sesama negara Asia dan maritim seperti negara kita. Di Jepang tak kalah dahsyat bencana alamnya.

Begitu seringnya terjadi bencana alam seperti gempa. Mau tidak mau, Jepang harus "berteman" dengan bencana. Karena kekuatan alam yang begitu kuat, tidak bisa dilawan dengan "perang terbuka".

Telah banyak upaya yang dilakukan otoritas Jepang untuk mengatas bencana alam di negerinya. Mayoritas orang Jepang juga sudah sadar dengan bencana di negaranya. Bangunan di Jepang sudah dirancang anti gempa. Mereka juga telah membuat bendungan raksasa untuk menangkal tsunami.

Namun kenyataannya, semua itu belum cukup. Terbukti Jepang masih "kecolongan" dengan gempa dan tsunami. Sebelumnya Jepang telah membuat dinding pemecah gelombang setinggi 4 meter.

Namun dinding tersebut tidak bisa berbuat banyak ketika Tsunami Tohoku 2011 datang setinggi 10 meter. Kini Jepang telah membuat dinding pelindung setinggi 12,5 meter sebagai gantinya.

Secara infrastruktur, Jepang terkenal perkasa ketika mengatasi bencana alam. Bahkan untuk jalan aspal yang hancur akibat gempa, bisa mulus dalam tempo 6 hari saja.

Perbaikan jalan pasca gempa di Jepang, selesai dalam waktu 6 hari - AP

Terdengar seperti sulap, namun percayalah ini tidak ada campuran magis. Gempa telah membuat jalan di salah satu kawasan Jepang rusak parah pada 11 Maret 2011.

Kecepatan mengagumkan dari proses rekonstruksi pasca-bencana di Jepang memperlihatkan kemampuan negara itu untuk memulihkan diri. Pekerjaan perbaikan jalan itu dimulai 17 Maret, dan enam hari kemudian, kawah di Great Kanto Highway di Naka itu sudah seperti baru lagi. Dailymail, Kamis (24/3/2011), melaporkan, jalur itu telah siap dibuka kembali tadi malam.

Badai di Amerika

Begitupun dengan negeri Paman Sam. Meski bukan negara kepulauan seperti Indonesia dan Jepang, Amerika Serikat (AS) juga memiliki ancaman bencana alam yang tak kalah menyeramkan. Badai.

Ya, rangkaian badai rutin menghampiri beberapa negara bagian AS. Bahkan bisa lebih 21 jenis badai menerjang kawasan AS.

Disini saya tidak menyoroti bagaimana managemen krisis AS menangulangi benca badai atau angin topan tersebut. Justru saya tertarik membahas penamaan badai di AS tersebut.

Bertolak belakang dengan badai yang menakutkan. Pemberian nama badai-badai tersebut terkesan familiar dan jauh dari nuansa menakutkan.

Jika diperhatikan, nama-nama badai yang ada selalu mengikuti abjad. Contohnya adalah urutan dari badai besar yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir ini. Ada Harvey di Texas, kemudian diikuti oleh badai Irma yang menerjang Florida. Selanjutnya ada Jose, Katia, Lee, dan Maria. Jadi bisa dikatakan, ketika ada badai pertama yang menyerang di suatu tahun, namanya akan dimulai dengan huruf A. Tapi nama dengan Huruf  Q, U, X, Y dan Z tidak masuk daftar. Jika badai yang terjadi melebihi jumlah nama yang ada, maka akan dilanjutkan dengan alfabet Yunani seperti Alfa dan Beta.

Selain pemberian nama badai yang tidak menakutkan. Fenomena badai di Amerika juga menjadi objek wisata. Wow..

Pria mengejar badai tornado - dnaindia.com

Memang kesannya seperti mempermainkan badai. Namun seperti inilah barangkali salah satu bentuk penyesuaian manusia terhadap bencana.

Ketika daerah tempat tinggal kita rawan bencan. Maka tidak ada cara lain selain untuk menghadapi bencana alam dengan berbagai cara.

Kecuali kalau kita keluar dari daerah tersebut. Dan sialnya, sejauh manapun kita berpindah. Bencana Alam tetap berpotensi mengacam setiap jengkal tanah di Bumi. Apalagi kalau kita tidak ramah lingkungan. Bisa saja bencana yang datang jauh lebih mengerikan.

Sumber:
pemburuombak.com
travel.tribunnews.com
jambi.tibunnews.com
idn.times.com

Kamis, 14 Juni 2018

Mengapa Harus Ada Tradisi Maaf-maafan Ketika Hari Raya Idul Fitri?



Selamat berlebaran semua. Mohon maaf lahir dan batin. Kira-kira mengapa saya mengucapkan "mohon maaf" ya?

Inilah tradisi lebaran di Indonesia. Rasanya kurang afdol bagi keluarga muslim Indonesia jika tidak berkumpul keluarga dan maaf-maafan. Apa tradisi maaf-maaf ini harus ada saat lebaran Idul Fitri?


Tradisi maaf-maafan saat lebaran Idul Fitri sebenarnya hanya ada di Indonesia, Malaysia dan sekitarnya saja. Sedangkan di Arab juga tidak ada tradisi serupa.

Kata 'Minal Aidin Wal Faizin' yang sering ucapkan muslim Indonesia ketika berlebaran dan diikuti dengan kata 'mohon maaf lahir dan batin'. Sesungguhnya kata 'minal aidin wal faizin' juga bukan artinya 'mohon maaf lahir dan batin'. Melainkan kata 'minal aidin wal faizin' adalah ucapan dikala Nabi dan sahabat pulang dari perang. Namun maknanya masih berkaitan dengan hari kemenangan Idul Fitri.

Islam memang tidak mengharuskan melakukan tradisi maaf-maaf saat lebaran, juga tidak ada larangan melakukannya. Jadi tidak ada yang salah dengan melakukan tradisi maaf-maafan ketika lebaran.

Tradisi maaf-maafan ini sudah bagus. Dan berlangsung sejak lama secara turun temurun. Sudah seharusnya sesuatu yang sudah baik, silakan delestarikan. Maka jangan berpikir untuk menghentikan tradisi maaf-maafan ketika lebaran Idul Fitri.

Anggap saja tradisi baik saling bermaafan ketika Idul Fitri ini sebagai usaha menghapus dosa. Ketika di bulan Ramadhan umat muslim sudah berlomba-lomba mencari pahala dan ampunan dosa kepada Allah SWT. Dan di hari raya Idul Fitri inilah momen untuk menghapuskan dosa kepada sesama manusia.

Intinya tradisi maaf-maafan di hari raya Idul Fitri inilah tidak harus menjadi patokan bahwa meminta maaf hanya ketika lebaran Idul Fitri saja. Kapanpun meminta maaf boleh dilakukan. Jangan tunggu lebaran baru minta maaf. Jika kamu merasa bersalah kepada seseorang, maka segeralah memohon maaf padanya. Karena umur, siapa yang tahu bakal sampai 1 Syawal atau tidak?

Rabu, 25 April 2018

Mengapa Orang-orang Bisa Ribut Hanya Karena Beda Capres?


Terkadang saya merasa eneg melihat tingkah orang-orang yang selalu mengaitkan apapun topiknya ke arah politik. Lebih spesifik mengarah ke dua kubu politik, yang digadang akan kembali turun gelanggang di Pilpres 2019. Saya sebut saja, pro Jokowi dan pro Prabowo.

Pertama saya gak paham mengapa orang-orang segitunya merebutkan jabatan. Kubu ini menyerang kubu lain, saling silang pendapat dan bantah-bantahan. Acara tv isinya talkshow debat elit politik, di lanjut perang statement di headline berita dan apalagi kalau gak ribut di media sosial, turut juga didalamnya simpatisan masing-masing kubu.

Sesaat saya berpikir mengapa petinggi negeri ini tidak bersatu saja, siapapun pemimpinnya. Sama-sama bekerja membangun negeri, tanpa perlu gaduh merebutkan kursi RI 1.

Namun belakang saya sadar, pemikiran saya tersebut tidaklah tepat. Indonesia memang perlu perbedaan. Kita beragam, bukan seragam.

Indonesia bukanlah Korea Utara atau negara diktator lainnya. Disini tidak ada pemimpin absolut, yang ada pemerintah yang lagi duduk dan oposisi sebagai penyeimbang.

Artinya, perbedaan pilihan pemilu ini bukannlah hal yang perlu diributkan. Meskipun para pendukung sering ribut gara-gara beda pilihan.

Tapikan, bukannya Indonesia ini negara dengan budaya timur yang kental. Masa bahas pemilu saja kok ribut?

Awalnya saja berpikir orang-orang termasuk didalamnya para politikus ribut-ribut debat capres jagoannya masing-masing, mereka itu beneran musuhan. Namun setelah saja lihat Vlog-nya Deddy Corbuzier tentang politik muka dua.

Saya jadi mikir, ah para elite politik itukan minimal bisa mikir. Masa gara-gara beda pilihan capres jadi berantam. Atau malah setelah debat di televisi, dibalik layar mereka ngopi-ngopi cantik. Kitanya aja rakyat-rakyat biasa yang terlalu baper, terus jadi ribut beneran.

Ahh, apa tidak bisa semua orang di negeri ini mendukung penuh presiden, agar kerjanya bagus?

Jujur saya pribadi selalu mendukung siapun presiden yang lagi menjabat, setidaknya sampai sekarang. Namun jika yang ada cuma dukungan satu arah juga gak bagus.

Indonesia masih butuh jagoan-jagoan nyinyir. Meskipun kelihatannya bikin risih, namun kehadirannya tetap dibutuhkan. Seperti duo vokalis DPR yakni Fadli Zon & Fahri Hamzah dan para loyalis Prabowo lainnya.

Supaya masyarakat dihadapkan pada informasi seimbang dan lebih tranparan. Agar tidak ada kesan ditutupi seperti kebanyakan pemerintahan otoriter.

Memang untuk saat ini masyarakat tidak terlalu memahami peran oposisi, bagaimana menyikapi perbedaan pendapat dalam kehidupan demokrasi. Sama seperti saya juga gak paham.

Karena orang Indonesia cukup beruntung sebab negara kita ini berlaku kebebasan berpendapat. Keadaan ini jauh lebih bagus dibanding negara otoriter, seperti Korea Utara atau Indonesia dimasa lalu.

Diharapkan masyarakat lebih menerima adanya perbedaan pendapat ditengah-tengah kehidupan berbangsa. Anggap saja situasi silang pendapat sesuatu yang wajar. Selama tidak melanggar aturan.

Gak ada yang perlu dikhawatirkan menurut saya. Jika oposisi yang selalu mengkritik pemerintah, ya itu memang tugasnya. Sebaliknya dari pihak pemerintah juga memiliki hak jawab kritik tersebut. Sesederhana itu kan..

Cuma kita-kita saja ini masyarakat biasa, termasuk saya. Di khawatirkan tidak bisa mengontrol emosi. Kadang sampai lupa kalau dukung-mendukung calon pemimpin itu gak harus sampai memecah bela bangsa.

Saya jadi curiga, sebenarnya di masyarakat itu gak ada yang namanya ribut-ribut soal pilihan dalam pemilu. Cuma segelintir orang saja ditambah kompor pers yang membuat semuanya seakan ribut. Jadi jangan mau dikompor-komporin ya..

Jumat, 01 Desember 2017

Mengapa Nama Orang Papua Mirip Nama Orang Bule?

Anak-anak Papua - bobo.id

Wilayah Indonesia bagian timur selain keindahan alam dan kekayaan alamnya yang begitu luar biasa. Namun disamping itu semua, budaya dan kehidupan saudara kita di ujung timur tanah air ini juga menarik untuk dibahas.

Salah satunya ialah nama khas yang umum digunakan di Papua. Mungkin sebagian kita belum banyak yang pernah pergi ke Papua. Namun kabar terkait Papua pastinya sudah pernah dengar dong dari beberapa media, baik online maupun offline, darimana aja dah...

Saya sendiri mengetahui beberapa nama orang Papua atau Indonesia Timur seperti para pemain dari Persipura Jayapura. Siapa yang gak kenal sama kaka Boaz (Boaz Solosa), Eduard Ivakdalam, Imannuel Wanggai, Riccardo Salampessy dan tokoh Papua yang sekarang gambarnya ada di selembar uang Rp. 10.000, Frans Kaisepo. Secara garis besarnya mungkin kamu ada yang berpikir, kok nama orang Papua seperti nama orang Eropa ya? Ini di import atau gimana...

Sebelumnya saya disini bukannya mau membahas dan menyinggung soal SARA ya. Namun memang pada umumnya sejauh yang saya ketahui, pemberian nama seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bisa dari agama, suku, ras, maupun domisili. Seperti di Jawa, nama orang Jawa setahuku dibedakan dari 3 kasta. Pertama Ambangan, lalu ada keturunan Arab dan golongan priyayi.

Masyarakat Papua banyak yang menggunakan nama yang mirip dengan nama orang Eropa. Mungkin ini terkait pengaruh dari ajaran dari bangsa Eropa sendiri. Sekali lagi bukan bermaksud menyinggung soal SARA. Seperti kita tahu masyarakat Papua adalah mayoritas penganut Kristen. Seperti tertulis di Wikipedia: penganut Kristen Protestan (61,36%), Katolik (21,01%), Islam (17,40%), Hindu (0,14%), Budha (0,9%)

Barangkali masyarakat Papua mengambil nama-nama yang ada di alkitab sebagai nama anak-anak mereka. Seperti halnya umat Islam yang merujuk pada nama-nama Nabi.

Selain itu pengaruh budaya di Papua berbeda dengan wilayah Indonesia lainnya (khususnya Indonesia Barat). Di jaman kerajaan Hindu, Budha sampai Islam, kerajaan yang pernah berkuasa di Nusantara berpusat di Jawa atau Sumatra. Beberapa kerajaan juga ada yang berpusat di Sulawesi dan Maluku.

Seperti namanya Papua. Pada tahun 1646 kerajaan Tidore menyebut wilayah yang sempat bernama Irian Jaya ini sebagai Pap-Ua yang kemudian penyebutannya berubah menjadi Papua. Dalam artian merupakan tidak bergabung atau tidak bersatu. Dalam bahasa Melayu diartika berambut keriting. Memiliki arti lain bahwa daerah ini tidak ada raja yang memerintah.

Masyarakat Papua menerima dengan baik nama ini karena mencerminkan jati diri orang Papua yang sesungguhnya berbeda dengan masyarakat daerah lain dan juga kerajan Tidore.

Sekali lagi, mungkin pencampuran budaya yang berbeda dengan wilayah Indonesia lainnya yang menyebabkan pemakaian nama orang-orangnya juga berbeda.

Pada akhirnya nama orang Papua yang agak ke-bule-bule-an. Tentu gak cuma orang Papua saja tokh yang begitu. Sekarang sudah banyak kan nama orang Indonesia yang mirip nama orang Barat. Mungkin karena begitu heterogennya masyarakat di Indonesia bagian barat, pengunaan nama import (Eropa) tidak terlalu mencolok seperti di Papua. Karena nama Steve, William di Jawa, Sumatra jumlahnya belum ada apa-apanya dibanding nama Budi, Toni dan Ani. Sedangkan nama-nama orang Papua memang khas mirip-mirip nama orang Eropa. Itulah mengapa saya sampai membuat artikel Mengapa Nama Orang Papua Mirip Nama Bule?

Dan kesimpulannya sampai tulisan ini saya publish. Saya belum menemukan jawaban dari sumber yang terpercaya, jelas, terkonfirmasi dan terverifikasi yang dengan sah menjawab pertanyaan dari tulisan yang berjudul Mengapa Nama Orang Papua Mirip Nama Bule? Barangkali hanya orang Papua yang tahu jawabannya atau kamu punya jawabannya? Tulis di komentar ya :)

Kamis, 16 November 2017

Siapa Nenek Moyang Orang Indonesia?


Ke-bhinneka-an bangsa Indonesia sudah dikenal sejak dulu. Beragam suku dan ras mendiami Bumi Nusantara ini, konon sudah dari 1,5 juta tahun yang lalu. Itu sudah lama banget. Lantas, siapa sih manusia pertama yang mendiami wilayah yang kini disebut Indonesia?

Sebuah pertanyaan yang jelas-jelas bikin saya sendiri penasaran. Secara kepercayaan, saya yakini nenek moyang manusia atau manusia pertama di dunia ialah Nabi Adam AS. Mengenai dimana letak pertama kali Nabi Adam AS diturunkan di Bumi saya kurang tahu persisnya. Tetapi yang jelas, keturunan Nabi Adam AS bukanlah manusia purba ya. Dan menurut beberapa artikel yang sudah saya baca, basis pemukiman pertama adanya di Afrika.

Jutaan tahun berlalu sampai sekarang manusia sudah mendiami hampir pelosok planet ini. Di Indonesia, dengan segala keunikan manusia yang begitu beragam. Sayangnya jaman dulu belum ada Dinas Catatan Sipil, jadi bagi kita Kids Jaman Now merasa bingung siapa nenek moyang bangsa Indonesia? *gue ini keturunan siapa?*

Menarik jauh kebelakang sejarah bangsa Indonesia yang dulunya ternyata pernah didatangi gerombolan migrasi manusia. Walaupun gak "diundang" gelombang migrasi manusia berduyun-duyun mendiami Nusantara. Entah apa yang mereka cari, namun yang jelas mereka ini dipercaya sebagai nenek moyang Indonesia.

Mereka ini siapa?

Salah satu pendukung teori nenek moyang bangsa Indonesia di atas adalah von Heine Geldern. Menurut beliau, nenek moyang bangsa Indonesia yang menurunkan generasi paling banyak sekarang ini berasal dari benua Asia (Yunnan, Cina Selatan). Pendapat Geldern didukung bukti berupa kesamaan peninggalan benda-benda antara daerah Yunnan dan Indonesia.

Diduga mereka datang dalam dua gelombang migrasi besar yang diperkirakan terjadi sekitar tahun 5000 SM dan tahun 2000 SM. Mereka menyeberang kekepulauan di Samudera India, kemudian menyebar dari Madagaskar hingga ke Filipina dan Melanesia, yang akhirnya hidup menyatu dengan penduduk asli setempat. Inilah yang disebut sebagai nenek moyang bangsa Indonesia.

Dan inilah mereka-mereka (nenek moyang Indonesia)

Kedatangan Homo Erectus

Screenshoot dari zenius.net
Jika kamu merasa sebagai pribumi asli dan tinggal paling lama di Indonesia. Kamu mesti kenalan dulu dengan Homo Erectus. Penduduk paling lama di Nusantara.

Jadi jaman dulu, sebelum bentuk manusia sekece sekarang atau yang disebut Homo Sapiens (manusia modern). Homo Erectus sudah terlebih dulu datang ke Indonesia, konon sudah dari 1,5 - 1,7 juta yang lalu.

Meski manusia modern seperti jaman sekarang bukanlah keturunan Homo Erectus. Nenek moyang Indonesia juga bukanlah dari Homo Erectus. Namun mengapa saya bahas homo erectus? Karena merekalah yang paling lama di Nusantara, meski mereka bukan nenek moyang kita. Jadi kamu gak usah repot-repot mengklaim sebagai makhluk tertua di Indonesia.

Uniknya Homo Erectus yang datang ke Nusantara menjadi fenomenal. Diantara Homo Erectus lainnya yang memilih migrasi ke Eropa dan Asia tengah, Mereka ini "nekat" banget migrasi jauh-jauh dari Afrika ke Nusantara. Bahkan sanggup menelurusi sampai ke Flores. Naik apa coba mereka ini?

Faktanya Homo Erectus tersebut dapat berjalan kaki menjelajah Nusantara. Karena dulu pulau-pulau seperti Sumatra, Jawa, Bali dll masih gandeng bahkan menyatu dengan semenanjung Malaya.


Jadi Erectus ini bisa berjalan kaki dari Indocina sampai ke Bali. Orang purba dulu bisa liburan ke Bali hanya jalan kaki cuy!!

Setelah jutaan tahun mendiami dan mengacak-ngacak bumi Indonesia versi purbanya. Namun manusia seperti kita sekarang, bukanlah keturunan Erectus. Karena Para Homo Erectus punah sejak 100.000 tahun yang lalu.

Kedatangan Homo Sapiens : Melanesia


Masih dari Afrika sama seperti Erectus. Homo Sapiens atau sering disebut juga manusia modern. Gelombang pertama para Sapiens ke tanah yang kelak disebut Indonesia ini berjenis Melanesia berlansung sejak 100.000 tahun yang lalu. Melanesia ini datang dari Afrika menelurusi pantai Asia Tengah ke India sampai ke paparan Sunda. Kemudian ada yang menyeberang ke paparan Sahul, nyeberangnya pakai perahu. Karena pada masa itu wilayah Indonesia tengah masih bersatu, iya bersatu karena Bumi lagi jaman Ice Age. Jadi para petualang ini masih bisa jalan kaki mengembala sebagian Wilayah Nusantara.

Pemetaan penyebaran Melanesia di kepulauan Nusantara pada jaman es - zenius.net

Sederhananya Melanesia ini kita kenal saat ini adalah saudara-saudara kita yang ada di Indonesia Timur (Papua). Sebagian diantara Melanesia lainnya juga menyebar ke Thailand, Malaysia, Filipina, bahkan sampai ke Australia.

Kehidupan orang Melanesia berawal dengan budaya berburu dan mengumpulkan makanan (hunter & gatherer), yang kemudian sebagian besar (kecuali Aborigin Australia) mulai mengenal pertanian, perkebunan, dan peternakan dalam skala kecil. Sayangnya, kebudayaan agrikultur ini tidak berkembang dengan skala luas karena kecenderungan masyarakat Melanesia yang berjumlah kecil dan terpisah jauh dengan suku tetangga lain. Hal ini juga yang menyebabkan orang Melanesia bisa hidup tanpa perlu mengembangkan pertanian dan peternakan dalam skala besar.

Dan kalau mau ditanya siapa manusia modern pertama di atau siapa 'pribumi' pertama di Nusantara, ya mereka ini lah Ras Melanesia. Ini jika dilihat dari siapa yang paling lama ya.

Kedatangan Homo Sapiens : Austronesia


Gelombang kedua Homo sapiens ke Bumi Nusantara ini yaitu kelompok melayu-austronesia. Rumpun Austronesia ini merupakan rumpun yang sangat besar, mencakup suku Melayu, Formosan (Taiwan), Polynesia (Hawaii, Selandia Baru, dsb). Migrasi ini terjadi sekitar 5000 tahun yang lalu.

Pemetaan penyebaran ras Austronesia setelah Bumi melewati zaman es - zenius.net

Ras Austronesia datang ke Nusantara gak cuma modal "nekat" doang. Mereka ini mempersiapkan diri dengan matang untuk berpetualang, mungkin mereka ini sosok Bolang jaman dulu. Huahaa.. Mengapa demikian? Karena mereka datang ke Nusantara tanpa tangan kosong. Di perahu mereka juga memuat hewan ternak seperti babi, ayam bahkan bibit padi. Dan lagi perahu mereka memiliki cadik dua, sudah canggih bukan. Jadi para nenek moyang gak terlalu terombang-ambing di lautan, bisa agak selow men!!

Ilustrasi perahu bercadik dua - ilmusiana.com

Para Austronesia ini dikenal suka nanem. Jadi mereka ini makan sehari-harinya gak hanya mengandalkan hasil berburu doang. Bisa dibilang teknologi yang mereka bawah "canggih" pada masanya dengan perahu bercadik dua dan sistem pertanian yang efektif.

Dan di masa sekarang, Austronesia di Indonesia banyak bermukim di wilayah Indonesia bagian barat. Ciri-cirinya wajah bulat, rambut hitam bergelombang, hidung lebar dan kulit kecoklatan.

Praktis, Nusantara pada saat itu dihuni oleh ras Melanesia dan Austronesia. Seperti kita lihat sekarang peninggalan dan ciri-ciri ras Melanesia terdapat di wilayah Indonesia bagian Timur. Sedang di Indonesia bagian Barat ditandai sebagai Austronesia. Dan diantara juga terjadi percampuran budaya Melanesia-Austronesia. Karena secara Morfologis, bangsa Indonesia bagian timur merupakan campuran Austronesia dan Melanesia. Sementara ras Melanesia aslinya itu mereka yang setia pada kearifan lokal, hidup damai di pedalaman Papua, berkebun dan berburu serta hidup dalam kesukuan.

Melayu Tua (proto) dan Melayu Muda (Deutero)

Pemetaan penyebaran Proto Melayu dan Deutero Melayu - ilmusiana.com

Jangan disangka antara melayu tua dan Melayu muda ini kakak adik ya, sementang tua dan muda. Awalnya saya juga mikirnya gitu, tapi ternyata Bukan gitu mas mbak bro!!

Ciri khas yang melekat pada Melayu tua dan muda ini membuat mereka sedikit berbeda. Meski mereka ini sama-sama Melayu Austronesia. Namun Melayu Austronesia ada yang sukanya mager dan satunya lagi gak bisa diam.

Melayu tua atau Proto Melayu disebut sebagai kelompok masyarakat yang mager. Bukanya mereka ini males loh ya, kalau mereka malas mana mungkin coba keturunannya masih bertahan hingga kini.

Dayak, salah satu contoh suku dari Proto Melayu di Indonesia - kaskus.co.id

tapi emang udah berhasil menciptakan masyarakat yang stabil sehingga sudah tidak diperlukan lagi mobilisasi penduduk. Keturunan Melayu golongan pertama ini bisa kita liat pada suku Nias di Pulau Nias dan suku Dayak di pedalaman Kalimantan, yang juga biasa disebut sebagai “Proto Melayu” (Proto = purwa/primitif).

Minang, salah satu contoh suku dari Deutero Melayu di Indonesia - ragamsukudunia.blogspot.com

Sedangkan di sisi lain, ada golongan melayu yang karena alasan tertentu (misalnya: kondisi geografis, iklim, bencana, dll) merasa perlu untuk terus berpindah tempat sekaligus berinteraksidengan kelompok lain di sekitarnya, sehingga memungkinkan adanya percampuran budaya, bahasa, serta gen. Misalnya saya, berasal dari suku Jawa namun tinggalnya di Sumatra. Dan juga kamu dari Batak, Kamu dari Minangkabau, Banjar, Makasar, Bugis, Madura, Bali, Lombok, Aceh dan lainnya lagi suku-suku yang kita kenal di Indonesia serta biasa disebut sebagai “Deutero Melayu” (Deutero = Berulang/ulangan).

Dan pada akhirnya ras Melayu sudah merasa nyaman tinggal di Bumi Nusantara. Beranak pinak di tanah air sehingga membuat peradaban dan kebudayaan beragam di Indonesia kelak. Mereka ini bercirikan kelompok masyarakat yang bangun rumah panggung atap rumbia, tarian, baju adat berwarna-warni, tatoan, bahasa-bahasa yang masih berciri khas Austronesia dapat kita nikmati sampai sekarang. Dan gak cuma di Indonesia dan Malaysia, budaya serupa juga terdapat di Selandia Baru, pulau Paskah, orang asli Taiwan, Madagaskar dan daerah plosok Austronesia lainnya.

Selang waktu berjalan semenjang etnis Melayu berkembang di Nusantara. Peradaban Austronesia semakin maju dan interaksi dengan kebudayaan lain, termasuk transaksi logam hasil kebudayaan Dong Son di Vietnam. Transaksi logam dengan peradaban yang jauh di seberang lautan ini juga memicu orang-orang Melayu Austronesia di Nusantara untuk mengembangkan industri metalurgi logam mereka sendiri.

Semakin ramai perdagangan logam di Nusantara, mengundang bangsa lain untuk mengunjungi Nusantara. Siapakah bangsa tersebut?

yaitu peradaban Dravidian, Sino-Tibetan, dan etnis Semit.Dalam dunia modern, peradaban Dravidian lebih akrab kita kenal dengan nama India, sementara peradaban Sino-Tibetan kita kenal sekarang dengannama Tionghoa, dan etnis Semit direpresentasikan dalam dunia modern pada budaya di Asia Tengah seperti Arab dan Yahudi.

Lalu siapa nenek moyang orang Indonesia sebenarnya?

Berbicara soal nenek moyang orang Indonesia, tentu menjawabnya agak rancu. Karena keragaman etnis di negri ini. Jika berdasarkan kelompok masyarakat paling lama di Nusantara, tentu Homo Erectus yang pantas disebut pribumi. Namun bila berdasarkan manusia modern, orang Melanesia lah yang terlebih dulu datang ke Nusantara. Loh jadi cuma orang Melanesia (Papua) yang jadi pribumi di Indonesia?

Pada hakikatnya ras yang ada di Indonesia merupakan orang pendatang

Tanah air Indonesia kita dulunya ini awalnya tanah tak bertuah. Beragam ras datang ke Nusantara silih berganti. Kelompok masyarakat tersebut datang, bermukim dan menyebut Nusantara sebagai rumahnya. Begitu juga dengan kelompok masyarakat yang datang setelahnya.

Orang Cina, India dan Arab merupakan pendatang. Begitu juga rumpun Melanesia (Papua) dan Melayu (Austronesia), mereka juga awalnya pendatang di Bumi Nusantara ini. Ya kalau mau mengulang sejarah jauh kebelakang, manusia di Bumi juga pendatang. Datang dari surga membawa akal pikiran yang mampu memimpin dunia ini.

Dan khususnya di Indonesia, Berbagai kekuasaan jatuh bangun dari jaman kerajaan, Hindia Belanda, sampai pemerintahan Indonesia sekarang masing-masing mengklaim bahwa tanah air ini sebagai rumahnya. Perlu kita tahu, keanekaragaman yang bangsa kita miliki merupaka hasil dari asimilasi budaya. Menerima kebudayaan baru, Sehingga menghasilkan pencampuran budaya yang sampai kini kita yakini sebagai identitas bernama Indonesia. Tentu semua ini merupakan kekayaan yang mesti terus di lestarikan. Bukan hanya sibuk berdebat siapa yang paling pantas menjadi pribumi. Karena tokh, sebutan pribumi hanya akal-akal sejak jaman Hindia Belanda.

Demikian pembahasan panjang yang sudah saya rangkum. Perlu diketahui, saya bukanlah sejarawan maupun antropolog. Saya cuma ingin tahu sejarah bangsa ini lebih jauh. Dan mencoba berbagi di blog ini, jadi sama-sama belajar ya. Semoga aja kita dapat manfaatnya ya, Semangat!!

Sumber: zenius.net , ilmusiana.com

Kamis, 02 November 2017

Mengapa Nasi Menjadi Makanan Pokok Orang Indonesia



Nasi itu sudah ibarat "nyawa" bagi orang-orang Indonesia. Masyarakat kita kebanyakan sering tidak bisa jauh dari makanan putih kecil yang pulen ini. Rasanya jika belum ketemu nasi, belum bisa disebut makan.

Jika kamu termasuk orang yang menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Setelah seumur hidup ini makan nasi terus, Pernah kepikiran tidak sih mengapa mayoritas masyarakat Indonesia menjadikan nasi sebagai makanan pokoknya? Padahal ada sagu, ketela/ubi, jagung, dll.



Alasan pertama karena Indonesia negara agraris dimana petani padi lebih banyak dibanding petani gandum. Itulah sebab mengapa Masyarakat Indonesia banyak makan nasi bukan roti. Namun penting diketahui, nasi bukanlah makanan pokok asli Indonesia. Melainkan dulu orang Indonesia lebih sering makan sagu.

Lantas, mengapa sekarang orang Indonesia lebih banyak makan nasi?

Tentu untuk mengetahuinya, perlu rasanya untuk melihat kembali sejarah Indonesia sejak wilayahnya ini disebut Nusantara.



Dahulu, masyarakat di kawasan Nusantara lebih mengandalkan berburu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan bercocok tanam kala itu tidak terlalu familiar. Kebayang gak sih betapa banyak orang yang terkena kolestrol jahat pada saat itu, eh saat itu sudah ada kolestrol belum ya?

Namun semua mulai berubah sejak bangsa Austronesia bermigrasi ke kawasan Nusantara. Barulah masyarakat mengenal teknologi pertanian dan cara bercocok tanam.

Sesuai informasi dari goodnewsfromindonesia.id (31/10/2017) Menurut peneliti sagu Indonesia Prof. Nadirman Haska, beras sebenarnya mulai marak di Indonesia sejak datangnya para pedagang dari India ke Indonesia beberapa abad silam. Hal ini bisa dibuktikan dari relief di Candi Borobudur tentang palma kehidupan, yakni nyiur, lontar, aren, dan sagu. Beras kemudian menjadi komoditi atau hasil tani utama pada masa Kerajaan Majapahit.



Namun seperti sudah dijelaskan diawal, perlu diketahui bahwa beras yang selama ini "di dewa kan" oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Pada kenyataannya, Beras bukanlah makanan pokok asli Indonesia. Melainkan Sagu.

"Sagu itu makanan asli Indonesia. Itu terpahat jelas di relief Candi Borobudur. Saat kerajaan Hindu masuk, orang India bawa beras ke sini," kata Nadirman. Menurutnya, dari awal sebelum makan nasi, masyarakat Indonesia sudah terlebih dahulu makan sagu.

Fakta sejarah itu tak lepas dari cadangan pohon sagu alami yang bisa menjadi sumber karbohidrat alternatif, pengganti beras. Indonesia memiliki 1,4 juta hektar (ha) lahan sagu yang tersebar di hutan tropis Sumatera, Kalimantan, Maluku hingga Papua. Namun, Papua dan Papua Barat menyimpan cadangan 1,2 juta ha.

Dan pada akhirnya beras menjadi makanan pokok yang paling utama bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Terbukti dengan konsumsi beras Indonesia menjadi salah satu terbanyak didunia. Menurut informasi dari Indonesia-investment.com (1/11/2017) konsumsi beras Indonesia mencapai 150 kg/kapita/tahun. Hanya Vietnam, Myanmar dan Bangladesh yang melebihi konsumsi beras Indonesia.

Mungkin bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, makan nasi hukumnya wajib. Sejak kecil masyarakat kita sudah di doktrin untuk makan Nasi setiap hari. Jadi menjadi amat susah untuk tidak makan nasi. Terlebih lagi mindset yang selama ini sudah melekat pada masyarakat, jika makan nasi berarti orang mampu, ketimbang mereka yang hanya makan ubi atau ketela akan dianggap orang susah. Mau gimana lagi? Makan nasi memang sudah menjadi budaya turun menurun di negara kita.